Posesif – Drama Cinta Dan Kekerasan Dalam Hubungan Remaja
Posesif, yang dirilis pada tahun 2017, merupakan salah satu karya penting dalam sinema Indonesia yang mengeksplorasi tema cinta dan kekerasan dalam hubungan remaja.
Film ini mendapat sambutan positif dari kritikus dan penonton karena kemampuannya dalam menyoroti isu yang jarang diangkat dalam sinema Indonesia, yakni kekerasan dalam pacaran. Dalam KUMPULAN DRAMA INDONESIA ini, kita akan membahas lebih dalam tentang alur cerita, karakter, tema, dan pesan moral yang terkandung dalam Posesif, serta dampaknya terhadap masyarakat dan perfilman Indonesia.
Sinopsis Drama Posesif
Posesif mengisahkan tentang Lala (diperankan oleh Putri Marino), seorang remaja yang berprestasi di bidang olahraga loncat indah. Hidupnya tampak biasa saja, dipenuhi oleh rutinitas sekolah latihan dan keluarga yang suportif. Meskipun ia harus menanggung beban dari harapan ayahnya yang sangat ketat. Namun, segalanya berubah ketika ia bertemu dengan Yudhis (diperankan oleh Adipati Dolken), seorang siswa baru yang tampan dan penuh karisma.
Awalnya, hubungan antara Lala dan Yudhis tampak seperti kisah cinta klasik remaja yang penuh dengan romantisme dan kebahagiaan. Yudhis terlihat perhatian, penuh cinta, dan rela melakukan apa saja untuk Lala. Namun, seiring berjalannya waktu, hubungan ini perlahan berubah menjadi sesuatu yang jauh lebih gelap. Yudhis mulai menunjukkan sifat posesif dan pengendalian. Ia sering kali cemburu tanpa alasan, membatasi pergaulan Lala, dan bahkan mulai menggunakan kekerasan fisik serta emosional untuk menjaga kendali atas dirinya.
Lala, yang awalnya tergoda oleh pesona Yudhis, mulai menyadari bahwa hubungan mereka tidak lagi sehat. Ia terjebak dalam dilema antara cinta yang ia rasakan untuk Yudhis dan kebutuhan untuk melindungi dirinya dari bahaya yang semakin nyata. Yudhis, yang memiliki latar belakang keluarga yang bermasalah, menggunakan trauma masa kecilnya sebagai alasan untuk perilakunya yang kasar. Namun, hal itu hanya memperburuk situasi, membuat Lala merasa bersalah dan terjebak dalam siklus kekerasan.
Seiring berjalannya cerita, Lala harus membuat keputusan yang sulit: apakah ia akan bertahan dalam hubungan yang semakin tidak sehat atau melarikan diri untuk menyelamatkan dirinya. Film ini menggambarkan pergulatan batin Lala yang kompleks. Menunjukkan bahwa cinta tidak selalu berarti kebahagiaan dan bahwa hubungan yang sehat harus didasari oleh rasa saling menghormati, bukan pengendalian atau kekerasan.
Tema Utama Drama Posesif
Posesif menonjol karena berani mengangkat tema yang jarang diungkapkan dalam sinema Indonesia, yaitu kekerasan dalam pacaran. Kekerasan dalam hubungan romantis terutama di kalangan remaja. Sering kali dianggap sebagai isu yang sulit dibicarakan karena berbagai alasan termasuk ketakutan. Rasa malu atau kurangnya pemahaman tentang apa yang dianggap sebagai perilaku yang berbahaya dalam sebuah hubungan.
Dalam film ini, hubungan Lala dan Yudhis dengan jelas memperlihatkan bagaimana cinta yang awalnya indah dapat berubah menjadi hubungan yang beracun. Yudhis, yang awalnya tampak romantis dan penuh cinta, secara bertahap mulai menunjukkan sifat posesifnya. Ia cemburu terhadap teman-teman Lala, melarangnya untuk bergaul dengan orang lain, dan mulai mengisolasi Lala dari lingkungan sosialnya. Ini adalah tanda-tanda awal dari kekerasan emosional yang sering kali tidak disadari oleh korban.
Selain posesif dan cemburu, film ini juga menyoroti bagaimana pelaku kekerasan sering kali menggunakan trauma masa lalu atau rasa bersalah untuk membenarkan perilaku mereka. Yudhis, misalnya, menggunakan cerita tentang masa kecilnya yang penuh dengan kekerasan untuk menarik simpati dari Lala. Ia membuat Lala merasa bersalah karena ingin meninggalkannya, sehingga membuatnya sulit untuk keluar dari hubungan tersebut.
Kekerasan fisik juga menjadi bagian dari dinamika hubungan ini. Yudhis mulai menunjukkan kekerasan fisik ketika ia merasa kehilangan kendali atas Lala dan ini adalah eskalasi alami dari kekerasan emosional yang telah ia lakukan. Film ini dengan jelas menggambarkan siklus kekerasan di mana korban sering kali merasa bingung, takut. Namun tetap terjebak karena merasa masih mencintai pelaku.
Baca Juga: Bad Memory Eraser – Seorang Atlet Tenis Gemilang Yang Terpuruk Sebab Cedera Yang Di Alaminya
Karakter Dan Akting Drama Posesif
Salah satu kekuatan terbesar dari Posesif adalah penampilan luar biasa dari para pemerannya, terutama Putri Marino dan Adipati Dolken. Putri Marino, yang memulai debutnya sebagai pemeran utama dalam film ini, berhasil menyampaikan kompleksitas emosional dari karakter Lala. Ia menggambarkan sosok remaja yang berusaha menyeimbangkan kehidupannya antara cinta dan impian. Sambil berjuang menghadapi realitas pahit dari hubungan yang tidak sehat. Akting Putri yang sangat natural membuat penonton merasa terhubung dengan karakternya dan ikut merasakan setiap penderitaan dan ketakutan yang ia alami.
Adipati Dolken, yang memerankan Yudhis, juga memberikan performa yang kuat sebagai sosok pria manipulatif. Adipati mampu menampilkan dualitas karakter Yudhis dengan sangat baik di satu sisi ia terlihat sebagai pacar yang penuh cinta. Namun di sisi lain ia adalah sosok yang mendominasi mengendalikan dan kejam. Karakternya yang manipulatif menjadi cermin dari realitas banyak hubungan tidak sehat. Di mana pelaku kekerasan sering kali menggunakan cinta dan rasa bersalah untuk menjaga kontrol atas pasangannya.
Selain itu, peran ayah Lala yang diperankan oleh Yayu Unru juga memberikan dimensi tambahan pada cerita. Sebagai orang tua yang ketat namun peduli, ia menggambarkan sosok yang ingin melindungi putrinya tetapi pada saat yang sama tidak menyadari ancaman nyata yang datang dari hubungan putrinya dengan Yudhis.
Visual Dan Sinematografi Drama Posesif
Secara visual, Posesif disajikan dengan sinematografi yang kuat, di mana suasana dan emosi karakter diperkuat oleh penggunaan pencahayaan dan framing yang cermat. Anggi Frisca, sebagai sinematografer, berhasil menangkap nuansa emosional dari hubungan Lala dan Yudhis. Adegan-adegan yang awalnya cerah dan penuh warna ketika hubungan mereka masih manis perlahan berubah menjadi lebih gelap dan suram saat hubungan mereka mulai dipenuhi dengan ketegangan dan kekerasan.
Penggunaan close-up dalam film ini juga efektif dalam menggambarkan perasaan cemas dan takut yang dialami oleh Lala. Wajahnya sering kali diperlihatkan dengan sangat dekat. Menyoroti ekspresi ketakutan dan kebingungannya saat ia berusaha mencari jalan keluar dari hubungan yang penuh dengan tekanan emosional.
Setiap elemen visual dalam film ini dirancang untuk memperkuat narasi dan suasana hati karakter. Menciptakan pengalaman sinematik yang intens dan memikat. Pilihan lokasi yang sering kali sederhana seperti kolam renang tempat Lala berlatih rumahnya dan lingkungan sekolah. Semuanya berfungsi untuk memberikan keseimbangan antara realitas kehidupan remaja sehari-hari dan dunia batin Lala yang semakin gelap.