Aema Bikin Greget! Drama Korea yang Bikin Susah Berhenti Nonton
Drama Korea terbaru Netflix, Aema, dirilis pada 22 Agustus 2025, menawarkan perpaduan unik antara komedi, drama, dan kritik sosial yang berlatar belakang industri film Korea.
Serial enam episode ini menghadirkan reinterpretasi fiksional dari proses pembuatan film erotis yang sesungguhnya berjudul Madame Aema. Sebuah film yang memecahkan rekor box office di Korea Selatan pada tahun 1982.
Dengan narasi yang cepat, desain produksi yang totalitas, dan akting memukau dari para bintangnya. Aema berhasil menciptakan pengalaman menonton yang membuat penasaran dan sulit untuk dihentikan.
[wbcr_snippet]: PHP snippets error (not passed the snippet ID)Kisah di Balik Layar yang Provokatif
Drama Aema membawa penonton ke tahun 1981, masa di mana rezim otoriter di Korea Selatan melonggarkan undang-undang sensor untuk menenangkan masyarakat yang tidak puas, memperkenalkan kebijakan “3S” (seks, layar, dan olahraga) yang secara ironis mendorong produksi film erotis sekaligus memberlakukan sensor ketat.
Dalam konteks ini, drama ini mengisahkan tentang Jeong Hee-ran (Lee Hanee). Seorang aktris veteran papan atas yang jenuh dengan peran-peran yang terlalu seksual dan menuntut ketelanjangan.
Ia memutuskan untuk tidak lagi beradegan telanjang di layar, yang memicu kemarahan Ku Jung-ho (Jin Seon-kyu). CEO Shinsung Films yang berorientasi pada keuntungan. Akibatnya, Hee-ran diturunkan menjadi peran pendukung dalam film Madame Aema dan studio mencari “Aema” baru melalui audisi terbuka.
Di sinilah muncul Shin Ju-ae (Bang Hyo-rin), seorang penari klub malam ambisius yang bermimpi menjadi bintang seperti Hee-ran dan bersedia melakukan apa saja untuk berhasil, termasuk berani tampil buka-bukaan.
Pertemuan antara Hee-ran yang berpengalaman dan Ju-ae yang bertekad kuat membentuk inti cerita, di mana mereka awalnya dianggap rival, namun kemudian menemukan diri mereka sebagai sekutu dalam menghadapi industri film yang didominasi laki-laki dan misoginis.
Drama ini secara cerdas menyoroti perjuangan perempuan untuk mendapatkan kekuasaan dan pengakuan dalam bisnis perfilman Korea di awal tahun 80-an, sebuah periode di mana mereka memiliki sangat sedikit kontrol.
Pertunjukan Akting yang Memukau
Salah satu kekuatan utama Aema terletak pada penampilan akting yang luar biasa dari para pemerannya. Lee Hanee, dengan karismanya yang tajam. Sangat meyakinkan sebagai Jeong Hee-ran, seorang aktris yang kuat namun juga memiliki kerentanan, yang berjuang melawan eksploitasi industri.
Bang Hyo-rin, sebagai pendatang baru, berhasil memerankan Shin Ju-ae dengan sempurna, menunjukkan ambisi, ketakutan, dan tekadnya yang bergejolak. Kim Sun-kyu sebagai Ku Jung-ho juga tampil diabolik, memainkan peran besar dalam menghidupkan cerita sebagai kepala studio yang serakah dan misoginis.
Park Hae-joon juga mendapat pujian karena berhasil memerankan karakter yang berbeda dan memberikan kesan “memalukan” dalam arti positif. Selain akting, drama ini juga dipuji karena desain produksi dan sinematografinya yang totalitas dalam merekonstruksi era 1980-an.
Mulai dari properti, tata letak ruangan, gaya bahasa, gestur, pakaian. Hingga warna-warna makeup dan model rambut. Semuanya disajikan dengan detail untuk meyakinkan penonton bahwa latar waktu drama ini memang di tahun 80-an.
Pewarnaan drama yang didominasi cokelat kekuningan dan warna-warna pudar khas era tersebut juga berhasil disajikan dengan apik. Namun tetap terang sehingga nyaman untuk dinikmati.
Baca Juga: Film Horor Mangkujiwo Bayangan Hitam di Desa Terlarang
Tema yang Relevan dan Berani
Meskipun menampilkan adegan-adegan provokatif dan intim yang dikemas cukup vulgar. Aema lebih dari sekadar tontonan erotis. Sutradara Lee Hae-young dengan sengaja menggunakan konteks film erotis ini untuk membahas isu-isu yang lebih dalam, seperti seksisme, eksploitasi. Dan ketidakadilan gender dalam industri film yang didominasi laki-laki.
Drama ini tidak mengelak dari kenyataan tidak nyaman tentang bagaimana perempuan seringkali menjadi objek dan harus berjuang untuk menentukan nasib mereka sendiri di tengah tekanan industri. Aema juga menyoroti ironi sensor di era Chun Doo-hwan. Di mana pemerintah justru mendorong produksi film erotis sebagai upaya untuk mengalihkan perhatian publik dari kekerasan dan penindasan rezim otoriter mereka.
Melalui karakter-karakter fiksi ini, serial ini memberikan suara kepada mereka yang hidup di era tersebut dan menghadapi prasangka serta kesalahpahaman yang mendalam. Drama ini secara tajam mengkritik mentalitas “bisnis berhasil, proses diampuni” yang masih ada, bahkan di industri film saat ini.
Dengan demikian, Aema tidak hanya menghibur, tetapi juga memprovokasi pemikiran dan relevan dengan audiens kontemporer yang masih menghadapi ketidaksetaraan kekuasaan di berbagai bidang kehidupan.
Kesimpulan
Aema adalah sebuah drama yang berani dan penting. Menawarkan pandangan baru tentang sejarah perfilman Korea dan perjuangan berkelanjutan untuk kesetaraan gender. Dengan alur cerita yang cepat, komedi gelap yang cerdas, dan penggambaran yang jujur tentang sisi kelam dunia hiburan, serial ini berhasil mencuri perhatian.
Meskipun beberapa adegan mungkin terasa tidak nyaman, pesan yang disampaikan tentang ketahanan perempuan dan pentingnya sistem pendukung dalam menghadapi industri yang berbahaya membuatnya menjadi tontonan yang kuat dan meninggalkan kesan mendalam. Bagi para penggemar drama sejarah yang menyukai komedi, kritik sosial, dan narasi yang berani. Aema adalah drama Korea yang wajib ditonton di Netflix.
Ikutin terus tentang KUMPULAN DRAMA INDONESIA hannya dengan mengklik link yang sudah kami sediakan untuk anda!
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari mediaindonesia.com
- Gambar Kedua dari www.tempo.co